Minggu, 23 Oktober 2011

FIQH (HUKUM ISLAM)


MAKALAH PENGANTAR STUDY ISLAM
FIQH (HUKUM ISLAM)


KATA PENGANTAR

Makalah ini berjudul FIQH (hukum islam) bertujuan untuk menyelesaikan tugas yang di berikan oleh dosen pengantar study islam jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Universitas Islam Negeri Syarif Hidaytullah Jakarta. Makalah yang kami buat ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu semua tanggapan, kritik, serta saran-saran sangatlah kami harapkan guna perbaikan kedepan. Harapan kami makalah ini dapat berguna bagi ilmu pengetahuan dan wawasan kita tentang hukum islam guna memperbaiki perilaku kita semua. Semoga niat baik kami ini mendapat ridha dari ALLAH SWT. amin.


                                                  




                                                                                                  


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fiqh (hukum islam) adalah salah satu bidang studi islam yang amat popular dan melekat dalam kehidupan umat islam. Kajian Yurisprudensi (fikih) adalah salah satu dari kajian yang paling luas dalam islam. Yurisprudensi telah dikaji pada skala yang sangat luas sepanjang sejarah. Dengan fungsi dan sejarahnya yang demikian panjang itu, maka fiqh sering pula disebut ilmu al-hal (ilmu yang berkaitan dengan tingkah laku manusia) dalam berbagai aspek kehidupan.
Adanya fikih yang mengatur hampir seluruh aspek kehidupan manusia itu menunjukkan bahwa fikih memiliki keterlibatan dan kepedulian yang luar biasa terhadap kehidupan manusia, yakni dengan cara mamberi status hukum pada semua aspek kehidupan tersebut, sehingga menjadi jelas bagi mereka, dan mendapatkan kepastian untuk melakukannya atau meninggalkannya. Keberadaan fikih adalah merupakan akibat dari keadaan manusia sebagai mahluk sosial atau sebagai realisasi dari hidup bermasyarakat insani yang dalam mendapatkan berbagai kebutuhan hidupnya ia mesti berinteraksi dengan orang lain.
Sebagai konsekwensi dari kenyataan manusia sebagai mahluk sosial, maka dengan sendirinya memerlukan adanya peraturan-peraturan yang mengatur hubungan-hubungan di antara anggota-anggota masyarakat. Keadaan manusia semuanya mendorong dan menuntut adanya kaidah-kaidah untuk mengatasi hak-hak dan mengatur cara-cara pelaksanaannya dari setiap anggota masyarakat dalam hubungan antara satu dengan lainnya.
Dengan demikian, fikih memiliki ciri-ciri sebagai berikut. Pertama,fikih merupakan respon atau jawaban atas berbagai masalah kehidupan manusia dari segi legalitasnya; Kedua, fikih merupakan akibat dari pelaksanaan fungsi manusia sebagai makhluk bermasyarakat, agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut berjalan tertib, aman, damai dan harmonis; Ketiga, fikih adalah hasil penalaran bebas terkendali, bersumberkan pada nash al-Qur’an dan al-Sunah; Keempat, fikih adalah produk pikiran yang amat dinamis dan mengalami perubahan dari waktu ke waktu; Kelima, bahwa dalam perubahan dan dinamika tersebut, selain dipengaruhi oleh kecenderungan, kecakapan intelektual, integritas dan kepribadian fuqaha, fikih juga dipengaruhi oleh tradisi, budaya, situasi sosial, ekonomi, politik, paham keagamaan dan lainnya di tempat fiqh tersebut di kembangkan.

B. Perumusan masalah
1.Apa pengertian ilmu fiqh dan ushul fiqh?
2.Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan ilmu fiqh dan ushul fiqh?
3.Bagaimana penerapan hukum islam di Indonesia?

C. Tujuan penulisan
Tujuan kami membuat makalah ini agar pembaca dapat memahami dam mengenal ilmu fiqh dan ushul fiqh dan bagaimana penerapan hukum islam di Indonesia, sehingga pembaca dapat lebih mengenal lebih dalam ajaran islam. Serta agar umat muslim yang ada di Indonesia khususnya dapat mengaplikasikan hukum islam secara baik dan benar.








BAB II
PENGERTIAN HUKUM ISLAM

A. Pengertian Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh
Fiqh berasal dari bahasa Arab faqiha, yafqahu fiqhan, yang berarti to understand (memahami), comprehend (memahami, mengerti), to have knowledge (mendapatkan pengetahuan), obtain a clear ideas (mendapatkan pemikiran yang jelas). Menurut arti harfiah, fiqh berarti pintar, cerdas, paham. Orangnya dinamakan faaqih, dan kalau banyak (jamak) disebut fuqaha . Kata fiqh dan tafaqquh, yang keduanya berarti “pemahan yang mendalam” sudah kerap digunakan dalam al-Qur’an dan hadis-hadis.Dalam alqur’an ALLAh SWT berfirman:
        Artinya:     Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”.

 Seorang faqih sesungguhnya adalah seorang yang senantiasa berfikir mendalam, yang selanjutnya dikenal dengan istilam mujtahid. Pertama, menurut Sobhi Mahmasani: fiqh berarti ilmu hukum atau syari’at, dan orang yang ahli dalam ilmu ini disebut faqih. Kedua, menurut Abu Ishaq, sebagaimana dikutip oleh Nasaruddin Razak, fikih adalah memahami apa yang tersirat. Ketiga, menurut Murthada Murthahhari, bahwa menurut terminologi al-Qur’an dan al-Sunnah, fiqh ialah pengethuan yang luas dan mendalam tentang perintah-perintah dan realitas Islam, dan tidak mempunyai relevansi khusus dengan definisi tertentu. Di dalam fikih terdapat ketentuan hukum, seperti wajib (ijab = perintah), mandub (nadb = anjuran), haram (tahrim = larangan), makruh (karahah = dibenci) dan mubah (ibahah = boleh), atau menurut golongan Hanafiyah. Fardlu, wajid, tahrim, karahah tahrim, karahah tanzih, nadb dan mubah mengenai bebagai kegiatan manusia sebagaimana tersebut diatas. Ketentuan fiqh tersebut diproses malalui ijtihad dengan menggunakan bantuan berbagai ilmu sebagai berikut.

1.       Bahasa arab
2.       Logika (mantik)
3.       Kajian hadis
4.       Kajian perawi (rijal)
5.       Ushul fiqh
6.       Ilmu Qawaid Fiqhiyah
7.       Ilmu-ilmu bantu lainnya.


B. Perumbuhan dan perkembangan hukum islam
Ilmu Fikih dan Ilmu Ushul Fikih dengan berbagai ruang lingkup kajiannya sebagaimana telah dikemukakan diatas, bukanlah sesuatu yang bersifat dogmatis, melainkan sesuatu yang bersifat ijtihadiyah. Menurut Sobhi Mahmassani, fikih dibagi kedalam zaman Nabi Muhammad SAW, zaman khulafaur Rasyidin, zaman dinasti uniayyad, dinasti abbasiyah, zaman taklid dan zaman kebangkitan.
Uraian ini selanjutnya akan memperjelas periode pertumbuhan dan perkembangan ilmu fiqih dan ushul fiqh tersebut berdasarkan pembagian yang diberikan oleh Harun Nasution dan Sobhi Mahmassani, karena nampak antara satu dan lainnya saling melengkapi.             
Pertama, Ilmu fiqh dan Ushul Fiqih zaman Nabi Muhammad SAW. Pada periode atau zaman Nabi Muhammad SAW ini, sumber hukum islam yang pertama, yakni al-Qur’an, masih dalam proses turun yang memakan waktu lebih kurang 23 tahun (tahun 22 tahun, 2 bulan, 22 hari), tidak sekaligus, dan dengan cara berangsur-angsur, yakni mulai di Mekkah hingga di Madinah. Berdasarkan waktu yang diturunkan itulah, Nabi Muhammad SAW menyelesaikan persoalan-persoalan hukum yang timbul pada waktu itu. Namun ada kalanya timbul persoalan hukum dalam masyarakat yang cara penyelesaiannya belum terdapat di dalam al-Qur’an. Dalam keadaan demikian, maka Nabi Muhammad SAW menyelesaikannya dengan memakai ijtihad. Ijtihad yang dibuat Nabi, diturunkan kepada generasi-generasiselanjutnya melalui sunnah atau tradisi Nabi yang selanjutnya disebut hadis. Dengan demikian sumber hukum yang terdapat pada zaman Nabi adalah al-Qur’an dan sunnah Nabi.
Kedua, ilmu fikih pada zaman Khulafaur Rasyidin atau sahabat. Pada periode sahabat, persoalan yang diselesaikan makin luas dan berkurang. Guna menyelesaikan persoalan hukum yang demikian berat, luas dan baru itu, para sahabat mempergunakan al-Qur’an dan al-sunnah sebagai rujukan utama. Untuk menyelesaikan persoalan yang tidak dijumpai dalam kedua sumber tersebut, maka Khalifah dan apara  sahabat mengadakan ijtihad pula. Maka untuk menguatkan hasil ijtihadnya itu dipakailah jima, atau konsensus sahabat. Para sahabat ini selanjutnya memiliki murid-murid dari kalangan Tabi’in, dan seterusnya Tabi’in ini juga memiliki murid-murid pula. Di Madinah, pemuka-pemuka dari golongan Tabi’in yang terkenal ialah fuqaha (ahli hukum) yang tujuh, seperti Said Ibn Musayyab, ‘Urwah Ibn al-Zubair dab Qasim Ibn Muhammad.
Ketiga, ilmu fikih dan ushul fikih pada periode Umayyah dan Abbasiyah, atau yang disebut periode ijtihad. Pada periode ini persoalan hukum semakin bertambah kompleks dan luas. Hal ini terjadi selain karena wilayah Islam semakin luas hingga ke Afrika, Spanyol, Asia Tengah dan lain-lain, juga karena perkembangan ilmu agama, ilmu umum, kebudayaan dan peradaban makin berkembang pula. Untuk mengatasi keadaan ini, para ulama makin meningkatkan ijtihad-nya dengan berdasarkan pada al-Qur’an, sunnah Nabi dan sunnah sahabat. Pada periode inilah lahir para ahli  hukum mujtahid yang selanjutnya dikenal sebagai imam atau faqih (jamaknya fukaha) dalam islam. Di Mekkah yang terkenal adalah Ikrimah dan Mujahid yang memiliki murid diantaranya Sufyan Ibn Uyaynah dan Muslim Ibn Khalid, dimana imam Syafi’I sewaktu berada di Mekkah pernah belajar kepada mereka.
1.    Dari uraian tersebut terlihat jelas asal usul tiga dari empat madzhab fikih yang terkenal sekarang, yaitu madzhab Hanafi, madzhab Maliki dan madzhab Syafi’i.madzan yang satu lagi sebagai diketahui adalah madzhab Hambali yang didirikan oleh Ahmad Ibn Hambal. Mereka semua itu lahir pada periode ijtihad. Dengan adanya perbedaan keadaan kedua kota tersebut (Kufah dan Madinnah), maka sumber hukum yang digunakan untuk memproduk hukum mengalami perbedaan. Untuk menyelesaikan kasus hukum banyak memakai “pendapat” yang dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah al-ra’yu, qiyas atau analogi serta istihsan yang juga merupakan bentuk suatu analogi. Dari segi, sumber yang mereka gunakan dalam menetapkan hukum atas suatu masalah, terdapat persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah masing-masing mereka menggunakan al-Qur’an, al-Sunnah dan qias. Sedangkan perbedaannya antara lain dalam hal ijma’, mengikuti pendapat sahabat (istishhab), istihsan, maslahah mursalah, tradisi (‘uruf) dan syar’u man qablana. Sumber hukum lainnya sebagaimana yang banyak disebut dalam fikih, seperti sadduddzara’I dan dilalah iqtiran nampak tidak digunakan secara jelas oleh para imam madzhab tersebut. Keempat, ilmu fikih dan ushul fikih pada periode taqlid atau penutupan pintu ijtihad. Periode ini juga dapat disebut periode kemundurun dalam sejarah kebudayaan Islam, yang dimulai sejak abad keempat hijrah (ke-11 M). Pada masa ini, madzhab yang empat sudah memiliki kedudukan yang stabil dalam masyarakat. Ulama-ulama mempertahankan madzab imamanya masing-masing dan menganggap madzab imamnyalah yang terbenar dan yang lainnya kurang benar.dengan demikian perhatian diperhatikan dipusatkan pada usaha mempertahankan kebenaran madzhab masing-masing. Pada masa taqlid seperti itu, timbullah secara meluas berbagai bid’ah dan khurafat yang berpangkal pada takhayul dan kebodohan. Orang-orang menjadi kaku dalam cara berfikir, mereka hanya mengikatkan diri dengan ijtihad para ulama terdahulu saja, meninggalkan spirit syari’at yang asli yang seharusnya menjadi dasar dan sandaran cara berfikir. Kelima, ilmu fiqh pada zaman kebangkitan. Mereka bangkit menyerukan kewajiban ijtihad kepada dunia Islam dan menyerukan ajakannya untuk kembali pada sumber-sumber syari’at yang asli, yakni al-Quran dan al-Sunnah Rasullulah SAW. ulama-ulama ini kemudian dikenal dengan sebutan Madzab Salaf. Mereka itulah antaralain Taqiyuddin Ibn Taimiyah dan Ibn Qayyim al-Jauziyah dari madzab Hambali. Mereka itu menyerukan kepada dunia Islam untuk meninggalkan taqlid, membentuk kesatuan madzab kembali kepada sumber-sumber syari’at yang asli dan menjauhkan diri dari bid’ah dan khurafat. Gerakan membuka kembali pintu ijtihad dengan merujuk langsung kepada al-Qur’an dan al-sunnah ini dilakukan oleh dunia Islam yang bersentuhan dengan peradaban modern yang dibawa oleh para penjajah Barat seperti Turki, India, Mesir dan Indonesia. Hasil perjuangan mereka itu antara lain lahirnya sebagian masyarakat yang memiliki keinsyafan untuk mempelajari Syari’at menurut dasar-dasar yang sesuai dengan nash yang asli dan menurut dasar-dasar yang sesuai dengan kebutuhan peradaban modern. Dengan adanya pembaruan ini maka dapat dicapai hal-hal sebagai berikut.

1. islam mampu menjawab tantangan zaman serta mengatasi berbagai masalah yang dihadapi masyarakat sebagai akibat dari kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
2.    Disamping melaksanakan berbagai rutinitas keagamaan, umat islam juga memiliki semangat untuk mampu bersaing dengan kemajuan yang dicapai Negara-negara maju.
3.    Negara-negara islam yang semula berada dibawah penjajahan Barat, mampu melepas diri dan menjadi Negara yang merdeka dan berdaulat.
4.    Pada saat ini berbagai fatwa yang berkaitan dengan hukum Islam yang berkait dengan masalah kontemporer, seperti masalah keseteraan gender,per-bank-an.
5.    Seiring dengan semakin luasnya permasalahan, serta semakin terspesialisasinya berbagai kemampuan para ulama.

Berdasarkan uraian dan analisa sebagaimana tersebutdi atas, dapat diketahui, bahwa Ilmu Fiqh atau Ushul Fiqh adalah hasil ijtihad para ulama dalam rangka melahirkan fiqh yang mampu menjawab permasalahan yang dihadapi. Fiqh dan Ushul Fiqh tersebut tumbuh melalui proses yang panjang dan mencapai puncaknya pada zaman Daulat Abbasiyah. Berbagai dalil-dalil hukum di luar al-Qur’an dan al-Sunnah, seperti istishab, ijmi’, qiyas, maslahah mursalah, syar’un man qablana, ‘uruf, istihsan, dan sebagainya.














C.Penerapan Hukum Islam di Indonesia


Pertama,Pada zaman penjajahan Belanda penerapan hukum Islam belum berhasil, karena C.Snouk Hurgronye selaku penasehat pemerintah Belanda, memandang bahwa hukum yang hidup dan berlaku di dalam masyarakat Indonesia adalah hukum adat. Hukum Islam hanya berlaku apabila sudah diresepsi (diterima) oleh hukum adat dan menjadi bagian dari hukum adat.
Kedua,Pada zaman Pemerintahan Orde Lama, yakni setelah Pemilu 1955,partai Masyumi yang menjadi ujung tombak dalam upaya penerapan syari’at Islam juga mengalami kegagalan. Sejak pembubaran kontituante yang di dalamnya duduk tokoh-tokoh Islam,seperti dari kalangan Masyumi dan PSI, Soekarno  menerapkan demokrasi terpimpin yang dalam kenyataannya meyumbat aspirasi politik  pihak-pihak yang berseberangan dengan Soekarno.
Ketiga,Pada zaman Orde Baru. Sejarah mencatat, walaupun keberhasilan Soeharto menduduki tampuk kekuasan mendapat dukungan dari umat Islam, namun baru beberapa tahun berjalan, upaya-upaya pemusatan kekuasan oleh Soeharto dan sikap tidak bersahabat terhadap umat Islam mulai kelihatan. Diketahui, bahwa Orde Baru berkuasa selama lebih kurang 32 tahun. Baru pada fase kedua atau keenam belas tahun kemudian pemerintah orde baru (Orba) menunjukan sikap akomodatif terhadap Islam,sebagaimana terlihat pada lahirnya UU Nomor 2 pendidikan untuk memberikan pelajaran agama sesuai dengan agama yang dianut anak didik .
Keempat,Pada zaman era reformasi. Sejak tumbangnya Soeharto dari tampuk kekuasaan pada tahun 1998, Indonesia memasuki era reformasi yang antara lain ditandai oleh adanya penerapan demokrasi yang makin luas.berkaitan dengan ini telah lahir sejumlah perundang-undang yang berkaitan dengan kebutuhan umat Islam, seperti Undang-undang tentang Zakat, dan penerapan syari’ah dalam praktek per-bankan dan lainnya. Keadaan ini terjadi setelah terjadinya krisis dalam bidang ekonomi yang penyebab utamanya karena perekonomian tersebut menggunakan konsep ekonomi liberal kapitalis. Keadan ini mengharuskan adanya ekonomi yang berdasarkan syari’ah yang menjamin tidak adanya pencurian dan sebagainya.


BAB III
PENUTUP

Berdasarkan uraian dan analisa sebagaimana tersebut di atas, dapat dikemukakan beberapa catatan penutup sebagai berikut:
Pertama,Fikih atau hukum Islam adalah ilmu yang membahas tentang hukum syari’at yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf yang diambil dari dalil-dalil yang bersifat terperinci.
Kedua,ahirnya fikih atau hukum Islam itu karena adanya Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih yang di dalamnya terdapat kaidah-kaidah dalam menetapkan hukum tersebut, yakni al-qur’an, al-Sunnah,Ijma’, qias, maslamah mursalah, istihsan, ‘uruf dan sebagainya.
Ketiga,Lahirnya Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih tersebut tidak secara tiba-tiba melainkan memerlukan proses yang memakan waktu yang cukup panjang, yakni dari sejak zaman Rasulullah SAW dan mencapai puncaknya pada zaman Daulat Abbasiyah.

Keempat,Dalam perjalanannya penerapan fiqh di setiap Negara pada umumnya mengalami kendala, baik karena sebab internal maupun eksternal.hal ini menunjukkan bahwa Islam memang ajaran yang dapat memberikan pemecahan terhadap berbagai masalah sosial, ekonomi, politik budaya dan lain sebagainya.